MERUJUK KARAKTERISTIK MASYARAKAT ISLAM
DALAM SURAH AL-HUJARAT : 1-10
ABSTRAK
Seabad sudah momentum kebangkitan Nasional yang kini diperingati oleh bangsa Indonesia telah didahului dengan sebuah gerakan, yaitu gerakan reformasi. Paling tidak dapat diidentifikasi bahwa suatu kebangkitan dapat diwujudkan apabila dalam masyarakat telah tumbuh sifat dan sikap kemandirian, keterbukaan atau transparansi dan adanya daya saing atau sikap kompetetif
yang sehat. Agaknya al-Qur’an telah mewariskan rambu-rambu tersebut sebagai penciri dari masyarakat Islam, terutama yang termaktub dalam surat al-Hujarat, di antaranya masyarakat hendaklah memiliki landasan spiritual, menghargai persamaan, lemah lembut dan sabar, waspada terhadap issu, serta ishlah dengan adil. Dalam tulisan ini konsep masyarakat Islam tidak tersaji secara kompre- hensif, karena kajian terbatas pada ayat satu hingga sepuluh surat al-Hujarat. Kata Kunci : Masyarakat Islam, Masyarakat Jahili,
masyarakat Jahili adalah segala bentuk masyarakat selain masyarakat
*) Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Bandar LampungKomunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam
44
Islam, baik yang ingkar wujudnya Allah atau yang tidak ingkar, akan tetapi syari’ah Islam tidak dijadikan way of lifenya.(Quthb, tt : 129-130
Masyarakat Islam inilah, dengan segala karakteristiknya yang dimaksud dengan “masyarakat berperadaban” (mujtama’ mutahâdlir) atau masyarakat madani(Madjid, 1999). Sedang mayarakat Jahili dengan berbagai bentuk dan tipenya digolongkan masyarakat terbelakang
(mujtama’ mutakhallifah). Kiranya topik-topik seperti masyarakat madani, masyarakat Is-
lam dan lain-lain pada saat reformasi seperti sekarang ini perlu diangkat dipermukaan, umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia umumnya, yang telah lama haus pada akhlak madani seperti logo-logo yang sering muncul kejujuran, keterebukaan/transparansi, dan prilaku yang bebas dari nepotisme.
nya berbunyi demikian :45
Volume 4, Nomor 1, Juni 2008
1. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguh-nya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
2. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mening-gikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagai-mana kerasnya suara
sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.
3. Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka Itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.
4. Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti.
5. Kalau Sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka Sesungguhnya itu lebih baik bagi mereka, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
6. Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkanmu menyesal atas perbuatanmu itu.
7. Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu ‘cinta’ kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. mereka Itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus,
8. Sebagai karunia dan nikmat dari Allah. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
9. Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara kedua-nya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguh-nya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil. 10.Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. Nama surah Al-Hujurat (Kamar-Kamar) diambil dari perkataan “al-Hujurat” pada ayat : 4 dalam surah ini. Ayat tersebut mencela orang-Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam
46
orang yang memanggil Nabi Muhammad saw dari belakang kamar-kamar tersebut, dimana beliau bersama istri-istrinya di dalamnya(Syarifain, 1411). Sebagian pakar tafsir menyebut “surah al-Akhlaq”, karena surat ini mengandung pendidikan Islam yang substansial dan prinsip-prinsip peradaban yang utama(Shabuni, tt)
Secara umum surah ini menjelaskan tentang adab masyarakat Is- lam terhadap Nabinya, prinsip-prinsip masyarakat Islam, persatuan, akhlaq terpuji, dan hakekat iman. Tema-tema itu tidak menjadi obyek pembahasan dalam tulisan ini secara keseluruhan, pembahasan ini hanya
akan berbicara karakteristik masyarakat Islam dari ayat 1-10. Kaitannya dengan surah sebelumnya (al-Fath) sangat relevan, karena pada akhir surah tersebut diilustrasikan karak-teristik masyarakat Islam (sahabat) yang bersama Rasul yaitu sebagai berikut:
a. Menjaga akidah dan mu’amalah, (Asyiddâu ‘alâ al-Kuffâr, Ruhamâu bainahum).
b. Selalu beribadah, (Tarâhum rukka’an sujjadâ)
c. Berharap kepada Allah, (Yabtghûna Fadhlan minallâh wa Ridhwâna)
d. Akhlaq yang baik, (Quthb, 1937) (Sîmâhum fî Wujûhihim min Atsaris Sujûd)
Keempat sifat yang merupakan karakteristik masyarakat Islam itu juga disebutkan dalam kitab Taurat dan Injil sebagai-mana disebutkan dalam al-Qur’an, kemudian dilanjutkan dalam sutah al-Hujurat yang diawali penjelasan tentang adab orang mu’min terhadap Nabi.(Tsafaqi, 1988)
Didalam surah al-Hujurat tidak ditemukan kata “masyarakat” (al-Mutjama’), demikian juga dalam al-Qur’an kecuali dalam bentuk kata kerja di dua tempat, yaitu Q.S. al-Isra: 88 dan Q.S. al-Hajj : 73
Beberapa kata yang menunjukan kata masyarakat adalah kata syu’ûb dan qabâil dalam ayat 13 serta khithab Yâ ayyuhannâs satu kali pada ayat yang sama. Sementara masyarakat Islam ditunjuki dengan khithab yâ ayyuhalladzînaâmanû yang terulang sebanyak 4(empat) kali.
CIRI MASYARAKAT ISLAM DALAM SURAT AL-HUJARAT 1 –10 Ada beberapa karakteristik masyarakat Islam yang dijelaskan dalam surah al-Hujurat, ayat 1-10, antara lain :
A. Berpedoman kepada al-Qur’an dan al-Sunah Masyarakat Islam selalu berpedoman pada al-Qur’an dan al- Sunnah dalam segala aspek kehidupannya secara totalitas, baik dalam47
Volume 4, Nomor 1, Juni 2008 urusan duniawi maupun ukhrawi, dan perbuatan maupun perkataan.
Mereka tidak berani mendahului Allah dan Rasul-Nya dalam berpendapat, memberi keputusan, melangkah sebelum mendapat izin dari padanya. Maf’ul kata amanu dibuang, agar pendengarnya mengerti bahwa larangan mendahului Allah dan Rasul-Nya bersifat umum, baik berupa perkatan atau perbuatan. Misalnya jika dilemparkan suatu masalah di hadapan Rasul, mereka tidak mendahului menjawab, jika makan bersama beliau, mereka tidak mendahului makan, dan jika pergi bersama mereka tidak berjalan dihadapan beliau. Ibnu Abbas berkata : jangan engkau mendahului dengan perkataan, perbuatan sehingga Rasul perintah dan melarang(Firuzabadi, tt).Dari keterangan di atas kiranya dapat dipahami bahwa mereka
selalu patuh atas segala perintah Allah dan larangan-Nya dan tidak segera berkata dan berbuat sebelum dikatakan dan diperbuat oleh Rasul. Maksudnya mereka mengakhirkan pendapat, teori, dan itjtihadnya setelah
al-Kitab dan al-Sunnah.
B. Menghargai Sesamanya secara Profesional
Pada ayat 2 – 5 Q.S. al-Hujurat ini, Allah menekankan bahwa
setiap orang hendaknya didudukkan secara wajar. Nabi Muhammadsaw dinyatakan sebagai manusia seperti manusia yang lain, namun,
dinyatakan pula bahwa beliau adalah seorang Rasul yang memperoleh wahyu dan bimbingan dari Allah swt. Atas dasar ini, beliau berhak memperoleh penghormatan yang melebihi manusia lain. Diantara
penghormatan yang diajarkan Allah swt adalah sebagai berikut:
1. Tidak lebih tinggi bersuara
Di antara adab yang diajarkan Allah swt kepada orang-orang
mukmin adalah berkomunikasi dan berdialog dengan siapa saja yang
berhak dihormati seperti Nabi saw dengan cara yang sopan. Di
antaranya, suara berbicara tidak lebih tinggi dari suara beliau, karena
suara yang lebih tinggi bisa berindikasi kurang sopan, kurang hormat
dan menyakiti beliau, bahkan berdosa besar jika mempunyai maksud
merendahkan atau meremehkan seseorang(Syaukani, tt). Susra lebih
tinggi pada umumnya disampaikan kepada orang bodoh atau orang tuli,Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam
48
tidak layak untuk Nabi saw . Allah berfirman:
Orang-orang yang berakhlak akan berbicara dengan Nabi dengan suara
sederhana, lembut, sekedar sampai dan dapat didengar, serta tidak
berlebih-lebihan.
2. Tidak berkata kasar atau keras
Suara kasar atau keras sebagaimana yang sudah mentradisi antar
sesama kita juga tidak layak diungkapkan dihadapan Nabi saw, akan
tetapi hendaknya bicara dengan kata yang sopan dan sikap yang sopan
serta tenang. Demikian juga panggilan terhadap Nabi, memanggil
namanya tanpa dibarengi dengan gelar penghormatan, seperti :”Ya
Ahmad”, “Ya Muhammad” Panggillah dengan nama gelar yang baik,
misalnya. Allah berfirman :
Pada akhir ayat tersebut dijelaskan alasan larangan bersuara lebih
tinggi dan berkata keras dikhawatirkan terhapus amal baiknya karena
mereka tidak memelihara adab dengan Rasul, sedangkan mereka tidak
merasa kalau batal amalnya.
Al-Maraghi, mengklasifikasikan adab dengan Rasul adakalanya
dengan perbuatan seperti halnya dalam ayat pertama, dan adakalanya
perkataan sebagaimana keterangan dalam ayat kedua.(Al-Maraghi, tt)
Al-Shawi membedakan antara tinggi bersuara dan keras kata., yang
pertama hendaknya suaramu tidak sampai batas suara Nabi, akan tetapi
di bawah suara Nabi, sedang yang kedua, jika engkau mengajak berbicara
dengan Nabi, sedang Nabi diam, maka jangan mengangkat suaramu
separti dengan sesamamu(Al-Shawi, tt)
Ayat 3 menjelaskan bahwa orang yang merendahkan suaranya
dihadapan Rasul berarti hatinya telah teruji untuk taqwa(Al-Syaukani,
tt) dan mendapat pengampunan :
Begitulah keadaan para sahabat, setelah datang larangan sesuatu, mereka
patuh untuk meninggalkannya.49
Volume 4, Nomor 1, Juni 2008
3. Sabar Menunggu
Sabar, salah satu akhlak yang baik dan salah satu senjata untuk
meraih kesuksesan, akan tetapi ia berat dan pahit bagaikan jadam yang
getir bagi setiap lidah yang menjilatnya. Di samping karakteristik manusia
yang diciptakan tergesa-tergesa. Orang muslim yang baik, bersikap sabar
terhadap segala sesuatu, terutama menyangkut haknya orang lain yang
harus dihormati, seperti bertemu kepada orang yang dihormati seperti
Nabi saw. Sabarlah menunggu sampai beliau keluar untuk salat(al-Jawi,
tt) tidak memanggil-manggil dari luar rumah sebagaimana yang dilakukan
oleh utusan Bani Tamim, menurut pariwayatan Ibnu jarir al-Thabari, yaitu
Uyainah bin Hushain dan al-Aqra bin Habis yang mewakili 70 orang
dari kabilah tersebut, mereka memanggil-manggil Nabi dari belakang
kamar-kamar beliau: Hai Muhammad keluarlah ! sedang beliau sedang
tidur siang. Kemudian turunlah ayat 4 :
Maksud bodoh agama Allah dan hak serta kewajiban terhadap
Nabi, atau karena umumnya mereka bodoh dan karakter mereka yang
kasar. Seandainya mereka sabar dan mau menunggu beliau sampai keluar,
tentunya lebih maslahat, karena mereka menjaga adab dengan Nabi saw.,
sebagaimana termaktub dalam ayat 5 :
Said Quthub memberi komentar, bahwa karakteristik masyarakat
Islam yang baik ini dipelihara mereka, baik terhadap Nabi maupun or-
ang yang berhak dihormati, terutama orang alim….(Quthb, tt)
C. Waspada Terhadap Issu
Masyarakat muslim akan selalu waspada dan berhati-hati dalam
menerima issu yang dimunculkan oleh provokator yang fasik, sebelum
diadakan research dan pemeriksaan yang lebih lanjut dan terpercaya.
Karena menerima issu yang tidak jelas kebenarannya itu akan
menjerumuskan kepada kebodohan dan kesengsaraan. Provokator fasik
memang tidak peduli dengan dusta dan dosa, oleh karena itu sebagian
ulama menolak hadits yang dibawa oleh orang fasik, bahkan orang yang
tidak jelas identitasnya selakipun karena ada kemungkinan fasiknya(Ibn
Katsir, tt) atau menerima berita dari seseorang (kabar wahid) yang adil.(al-
Shamadi, tt)Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam
50
Pada ayat 6, Allah berfirman :
Masyarakat Islam telah kaya dengan sunnah dan sejarah Rasul,
baik dalam strategi dan petunjuknya yang lengkap dan sempurna, mereka
tidak mudah tergoyah oleh issu-issu bohong yang menyesatkan itu. Bahkan
dengan iman mereka yang mendalam dan membara dalam hati mereka
benci kekufuran, kefasikan, dan maksiat.(Ibn Katsir, tt)
Pada ayat 7 dipaparkan tentang karekteristik masyarakat Islam dengan
keimanan yang sempurna. Iman yang sempurna adalah pengakuan dilisan,
pembenaran dihati, dan pelaksanaan dianggota tubuh. Kebencian kufur
antonim dari kecintanaan iman, hiasan iman di hati adalah
pembenarannya, fasik adalah dusta perbandingan ikrar di lisan, dan
maksiat adalah perbandingan amal di anggota tubuh.(al-Maraghi, tt)
Selama mereka beriman yang paripurna dan istiqomah, tidak ikut
arus, dan tidak mudah ditaklukan issu yang mengadu domba dan
memecah belah, masyarakat Islam akan tetap tegar dan eksis.
Sebagaimana diterangkan dalam ayat 8 berikut ini :
D. Ishlah dengan adil
Langkah ishlah adalah solusi terbaik bagi dua kelompok
masyarakat Islam yang bertikai atau konflik senjata, agar kembali kepada
hukum Allah, hukum yang seadil-adilnya, dan agar rela keputusannya
baik menang atau kalah. Jikalau salah satunya tidak mau diajak tahkim
atau ishlah bahkan tetap memberontak dan membangkang, maka
perangilah pemberontak tersebut, sehingga mereka kembali kepada hukum
Allah. Kalau mereka mau kembali, maka ajaklah ishlah dengan adil
sehingga tidak terjadi konflik baru dikesempatan yang lain.51
Volume 4, Nomor 1, Juni 2008
Dalam ayat tersebut, meskipun terjadi konflik senjata antara kedua
belah pihak yang bertikai, tetapi mereka tetap disebut sebagai mukminin.
Berdasarkan ini al-Bukhari beristidlal bahwa maksiat tidak mengeluarkan
iman seseorang, meskipun dosa besar. Berbeda dengan pendapat aliran
al-Khawarij dan Mu’tazilah. Demikian juga ayat ini menunjukan bahwa
pembangkang tidak mengeluarkan mereka dari iman, karena jika mereka
menahan perang dan mau kembali kepada hukum Allah dibiarkan dan
wajib membantu mereka setelah bernegoisasi demi kemas-lahatan.
Sungguh tepat menggandengkan antara perintah ishlah dan
perintah adil. Karena walaupun keadilan dituntut setiap saat, bahkan
sejak awal proses perdamaian, tetapi sikap itu dibutuhkan bagi para juru
damai setelah mereka terlibat menindak tegas kelompok pembangkang.
Hal ini, kemungkinan besar mereka mengalami kerugian harta, jiwa, atau
paling tidak harga diri akibat ulah pembangkang. Kerugian tersebut dapat
mendorongnya untuk berlaku tidak adil, oleh karena itu ayat ini
menegaskan agar mereka bersikap adil.
Masyarakat Islam harus mau damai demi tegaknya persatuan dan
kesatuan, karena mereka bersaudara karena agama yang memiliki ikatan
lebih kuat dari saudara-saudara dalam nasab. Oleh karena itu tidak
diperhitungkan saudara dalam nasab yang tidak diikat dengan saudara
dalam agama.
Menyadari pentingnya arti persaudaraan tersebut semua umat
Islam seantero dunia ini adalah bersaudara, apalagi di antara belahan
jiwa Negara Indonesia, masyarakat Islam di Ambon Maluku dan Sambas
Kalimantan adalah bagian dari tubuh kita. Kita merasa tersayat ketika
daging mereka tersayat, dan merasa terbakar ketika jiwa raga dan harta
mereka dibakar.
Penutup
Dari berbagai penjelasan di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa
masyarakat madani yang menjadi idola umat Islam selama ini akan
tercapai manakala prinsip-prinsip dasar dan karakteristik masyarakat
Islam yang terkandung dalam surah al-Hujurat dapat disosialisasikan di
tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia yang sedang bingung
mencari Ratu Adil. Karakteristrik masyarakat Islam yang terpenting antara
lain berakhlak al-karimah secara vertikal dengan Allah, dan secara hori-
zontal terhadap sesama umat Islam baik dengan manusia utama Nabi
Muhammad saw, dan dengan sesama umat Islam.Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam
52
DAFTAR RUJUKAN
Firuzabadi, Abi Thahir Muhammad bin Ya’qub al-,tt., Tanwir al-Miqyas
Min Tafsir Ibin Abbas, Beirut : Dar al-Fikr.
Jawi, M. Nawawi al-,tt., Murah Labid Tafsir al-Nawawi, Indonesia : Dar
Ihya al-Kutub al-Arabiyah,.
Madjid, Nurcholish, 1999, Asas-asas Pluralisme dan Toleransi dalam
Masyarakat Madani, Jakarta : Makalah Seminar Nasional IAIN
Jakarta.
Maraghi, Mushthafa al-, tt., Tafsir al-Maraghi, Berut: Dar Ihya al-Turats
al-Arabi, tth.,
Quthub, Sayyid,1937, Fi Zhilal al-Qur’an, Jeddah : Dar al-Ilmi, 1937
Quthub, Sayid,tt., Ma’âlîm fîal-Tharîq, Kairo.
Shabuni, M. Ali al-, tt., Shafwat al-Tafsir, Baerut : Dar a-Fikri.
Shamadi Abu al-Saud Muhammad bin Muhammad al-, Tafsir Abi al-
Saud, Baeirut : Dar Ihya al-Turats al-Arabi.
Shawi, Ahmad al-, Hasyiyah al-Allamah al-Shawi, Indonesia : Dar Ihya
al-Kutub al-Arabiyah,tth., Juz-4.
Shihab, M. Quraish, 1996, Wawasan Al-Quran, Bandung : Mizan
Syarifain, Khadim al-Haramain, al-, 1411, al-Qur’an wa Tarjamatu Ma’anihi
ila al-Lughah al-Indunisiyah, Madinah : Majma’ Khadim al-
Haramain al-Malik Fahd
Syaukani, Muhammad bin Ali bin Muhammad al-, Fath al-Qadir al-Jami’
baina Fanai al-Riwayah wa al-Dirayah, Beirut : Mahfudah al-Ali,
tth, Juz-5.
Tsaqafi, Ahmad bin Ibrahim bin Zubair al-, 1988, al-Burhan fi Tanasub
Suwar al-Qur’an, diteliti oleh Said al-Falah Tunisia, Riyadh : Jami’ah
Imam Muhammad bin Saud.
Tujini, Abi Yahya Muhammad bin Sumadih al-, 1991, Mukhtasar Tafsir
Imam al-Thabari, Beirut : Dar al-Fajr al-Islami.
0 komentar:
Posting Komentar